Tuesday, February 3, 2015

Penumpang yang tak Akan Pernah Kembali Lagi...

Langit mendung siang itu membawa saya pada sebuah rencana menarik. Saya yang pada dasarnya suka sejarah sama sekali tak menolak ketika salah satu teman saya mengajak untuk menelusuri jalur-jalur sisa kejayaan trem uap Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS).

Namun karena saya udah terlalu mainstream dengan peninggalan trem uap OJS maupun trem listrik yang ada di Surabaya (nanti kapan-kapan saya ulas di sini), saya lantas mengusulkan bagaimana kalo menelusuri lintas OJS yang lain - yang sama-sama start dari stasiun Wonokromo Kota (WOK).

Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS) sendiri adalah salah satu maskapai kereta api swasta di era Hindia Belanda yang memposisikan diri sebagai maskapai kereta ringan sejenis trem. OJS memulai bisnisnya di Surabaya, di tengah adanya dua raksasa maskapai besar ketika itu, Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan Staats Spoorwegen (SS).

OJS memperoleh konsesi dari Pemerintah Hindia Belanda untuk membangun jaringan rel kereta api/trem dalam kota di akhir abad ke-19. Hingga akhirnya OJS berhasil menjalankan 5 lijn trem listrik dan 2 lijn trem uap di Kota Surabaya. Trayek paling populer tentu saja trayek trem uap antara Wonokromo Kota (WOK) ke Ujung (UJ) yang bahkan masih beroperasi di akhir tahun 1970.

Peta jaringan rel OJS (courtessy: penelusurrelmati.wordpress.com)
Selain itu, OJS juga membangun jaringan ke luar Kota Surabaya, yakni angkutan Wonokromo Kota ke Plosso via Krian. Tentunya masih sekelas trem uap dengan loko mallet type B khas OJS. Berbentuk kotak dan berukuran kecil sehingga mampu melewati rel untuk tekanan gandar rendah. Selain angkutan campuran tersebut juga dijalankan angkutan material pasir yang terutama dibawa dari daerah sekitar Kali Brantas di Lespadangan, Mojokerto maupun di sekitar Perning.

Perjalanan saya sampailah di Stasiun Perning. Bekas stasiun berkode PEN ini letaknya agak tersembunyi dari jalan raya yang membelah dari Ploso hingga ke Gunungsari, Surabaya. Saya sengaja memilih menjelajahi Stasiun Perning karena di sini dulunya sering digunakan sebagai bongkar muat material pasir dan ada gerbong yang sampai sekarang 'nyangkut' di bekas jalur menuju Perning.

Dulunya jalan ini rel menuju Perning :))

Dari jalan raya yang membelah 3 kabupaten dan menghubungkan ke Surabaya itu saya berbelok ke kiri, mengikuti arah plang yang telah dipasang PT KAI. Setelah berjalan lewat jalan tanah beberapa ratus meter, saya menemukan letak stasiunnya. Hmm, terasa asri dan tenang..

Bekas stasiunnya masih berdiri walaupun keropos di sana sini

Karena jalur ini ditutup setelah beberapa tahun OJS bangkrut dan menyerahkan segala asetnya kepada PT KAI, maka sisa-sisa jalur masih dapat ditemui dengan mudah. Saya juga menemukan bahwa stasiun ini telah dipasang plakat plat milik KAI


Saya menerawang jauh, membayangkan dulunya disini banyak penumpang dengan segala kesibukannya, dengan segala bawaannya, lalu lalang. Ada yang berlari-lari gara-gara hampir ketinggalan kereta, ada yang menduduki karung berisi barang bawaannya, ada yang mengantre membeli tiket, sungguh pesona memori yang indah...

Dulu, di sini ramai, banyak orang menunggu...
Hari beranjak akan hujan ketika saya terus bernostalgia dengan memori di stasiun trem yang dulunya ramai ini. Gerimis mulai turun ketika saya akan beranjak meninggalkan tempat ini. Rasanya berat, tapi saya harus pergi...

Dan ketika saya beranjak pergi, sebuah benda unik tampak di depan saya...

Gerbong TR di antara sawah
Voila! Apa ini? Tadinya saya kira cuman besi biasa, tapi jika diperhatikan, ternyata sebuah gerbong! Ya, gerbong yang tertinggal. Gerbong TR dua gandar yang khas sekali. Bekas gerbong pengangkut pasir, sehingga terbuktilah bahwa jalur ini dulu juga dilalui trem yang mengangkut pasir..

Sisa kejayaan trem OJS, merenung menyendiri di hari tuanya..
Saya bisa berucap masih beruntung gerbong ini tergeletak di sini. Masih beruntung tidak semua bagiannya dipreteli. Dan saya terkejut, ternyata di bagian bawah gerbong ini masih terlihat tulisan kapan terakhir diservis. Namun sayang sekali saya nggak bisa motret karena hari perlahan mulai turun hujan. Tulisannya berbunyi seperti ini:

PA BY TG 23-06-1973
PA YAD 23-06-1978

Artinya adalah, gerbong mengalami pemeliharaan terakhir pada 23 Juni 1973 di Balai Yasa Tegal. Ini berarti pula bahwa gerbong ini masih berjalan dengan normal di tahun 1973 sebelum jalurnya ditutup tahun 1978 karena dianggap tidak menguntungkan PJKA ketika itu.

Sebenarnya ada lagi satu peninggalan yang saya dapatkan di sekitar tempat ini. Fotonya ada di bawah, namun karena hari mulai hujan deras, maka saya akhiri dengan terpaksa penjelajahan ini. Semoga masih dapat menjelajah lebih jauh di kesempatan yang lain deh! :))

Bekas jembatan lengkap dengan rel-nya sekarang digunakan warga untuk keperluan sehari-hari



No comments:

Post a Comment