Berbekal kamera seadanya, sore itu berangkatlah saya ke stasiun terbesar se-Jawa Timur (atau bahkan se-Indonesia) itu. Kalo lihat gerbong bekas ditumpuk atau rel yang bertuliskan tahun 1800-an sih sudah sering. Hari itu saya benar-benar bertekad untuk menemukan sesuatu yang lain, yang bisa saya share juga hehe...
Tetapi ketika akan mencari parkir, saya tergerak dan tertarik dengan beberapa loko BB301 yang mangkrak (sepertinya menunggu untuk di-besituakan). Bukan apa-apa sih, kok sepertinya tertarik aja, entah intuisi saya yang tiba-tiba naik, atau apalah, yang jelas loko-loko BB301 yang dipajang di sana memang kebanyakan eks PLH alias kecelakaan hebat, yang menyebabkan loko-loko itu tidak dapat dipakai lagi.
Tersembunyi di rerumputan, lok BB30121 ini pernah mengalami kecelakaan hebat di Sengon beberapa tahun silam yang menyebabkan masinisnya meninggal dunia |
Tak butuh waktu lama saya berburu peninggalan Belanda yang saya cari-cari. Setelah puas (sebenernya belom) melihat-lihat loko-loko mati yang sudah tak berdaya itu, mata saya tertuju pada sebuah lampu kuno di sebelah masjid dipo stasiun. Lampu yang tidak pada jamannya karena secara bentuk terlihat lampu seperti jaman pertengahan. Dan ketika saya mengamati sejengkal demi sejengkal lampu tersebut....
Dari tulisan yang ada di bawah tiang lampu, sudah sangat jelas ini lampu buatan eropa :D |
Bukan hanya itu, ternyata Enthoven ini juga tahun 1867 mengambil bagian dalam Pameran Produk Dunia di Paris dan mengandalkan sebuah produk mimbar yang terbuat dari baja. Mimbar itu sekarang disimpan dan dalam kepemilikan Rijksmuseum di Deventer, Belanda.
Luar biasa, tapi sayang tiang lampu (yang mungkin sudah langka di dunia) itu terkesan dibiarkan dan tak terawat. Itulah mengapa saya tak mengambil foto lampu secara utuh, sebagai langkah preventif agar tangan-tangan jahil tidak mengotak-atik benda bersejarah tinggi ini.
Saya pulang dengan segudang pemikiran di kepala saya, jika tiang lampu seperti itu (berbahan bakar gas) mampu menerangi sudut-sudut Kota Surabaya di masa itu, betapa cozzy-nya Surabaya di masa pemerintahan Hindia Belanda. Tetapi ah, masa bodoh. Matahari sudah condong jauh ke arah barat, saatnya pulang!
No comments:
Post a Comment