Tuesday, December 10, 2013

Stasiun Benteng yang Kini Telah (Banyak) Berubah...

Ceritanya karena kebanyakan ngelamun, saya malah jadi mengingat-ingat masa kecil saya yang begitu dekat dengan kereta api. Mulai dari kebiasaan ikut langsiran lokomotif (yang ketika itu loko perkasa macam BB200 ataupun BB300 masih banyak populasinya di Surabaya) hingga balapan sepeda dengan loko langsir macam D301. Ah, rasanya masa-masa itu begitu indah dan sulit terulang kembali.

Ingatan saya berpangkal di Stasiun Benteng. Stasiun yang dulu waktu jaman saya kecil sampai awal SMP jadi jujugan untuk nggandol alias ngambing langsiran KA tangki Pertamina. Stasiun yang menjadi tempat bermain saya selain Kalimas, yang cukup melegakan kaki setelah main bola sore kemudian untuk mencapai jalan raya tinggal menunggu langsiran KA Pertamina untuk numpang daripada jalan kaki.

Ketika itu, Stasiun Benteng begitu teduh. Ada pohon-pohon besar di kiri-kanan stasiunnya. Saya masih ingat bagaimana perkasanya loko BB200 maupun loko kecil BB300 yang menarik belasan gerbong tangki dari pangkalan Pertamina di kawasan Basis TNI AL menuju Stasiun Benteng untuk kemudian diangkut ke Malang atau Madiun dengan loko BB301.


Loko BB200 ketika masih dapat digunakan (Source: Wikipedia)
Loko BB300 terakhir yang masih dapat digunakan selain 1 biji lagi di Semarang Poncol. Loko ini mulai dinas pada tahun 1956 (Source: flickr Vandhoe76)

Hasil dari ingatan saya itulah yang membawa saya untuk menuju ke Stasiun Benteng, setelah belasan tahun tak lagi kesana. Saya benar-benar penasaran, apakah stasiun yang dulunya saya jadikan tempat main, tempat berlarian, dan tempat bersenang-senang di waktu kecil sejauh mana bentuk perubahannya...

Sebagai informasi, Stasiun Benteng adalah mantan stasiun besar di era kolonial dengan nama Stasiun Prins Hendrik. Dengan 10 emplasemen menjadikan stasiun ini menjadi stasiun jujugan para gementee alias pejabat kota yang memang waktu itu bermukim di sekitar Benteng. Selain itu juga menjadi jujugan para perwira angkatan laut Belanda untuk mengakhiri perjalanannya di sini. Dulu juga ada jalur tram yang memutar dan masuk ke kawasan PT PAL tapi entah sekarang tak diketahui rimbanya.

Saya tiba di Stasiun Benteng beberapa puluh menit sebelum matahari terbenam. Dan memang benar, banyak sekali perubahan yang terjadi. Stasiun yang dulunya teduh dan banyak pohon besar, kini terlihat agak panas. Lapangan tempat anak-anak kala itu leluasa berlarian mengejar lokomotif, bermain bola, dan bersepeda, kini menjadi depo kontainer milik Kalog.

Papan penanda wesel ke-23 masih utuh seperti dulu
Container yard di sudut jauh itu dulu adalah lapangan tempat anak-anak kecil menghabiskan waktunya di sore hari cerah
Dulu dari sudut ini kita bisa melihat gagahnya loko BB200 melangsir gerbong pupuk maupun tangki. Kini loko-loko itu sudah tak ada yang bisa dihidupkan kembali...

Stasiun Benteng memang sudah banyak berubah. Tak ada lagi anak-anak kecil yang dengan riangnya menaiki kereta untuk sekedar menumpang ke lapangan pasiran yang ada di dekat dipo Pertamina. Namun, jauh di antara perasaan rindu yang menggelayut di diri saya, saya harus katakan bahwa perubahan seperti ini perlu mengingat transformasi kereta api kita sedang menuju ke arah yang lebih baik.

Benteng menjelang senja hari...

2 comments:

  1. Mas veg , ke stasiun benteng lewat jalan hang tuah apa perlu ijin² segala ? Terus status st.bet sekarang apa masih aktif ? Mksh

    ReplyDelete
  2. Mas veg , ke stasiun benteng lewat jalan hang tuah apa perlu ijin² segala ? Terus status st.bet sekarang apa masih aktif ? Mksh

    ReplyDelete